-->

Inilah Hubungan Iklan dan Budaya Populer, Seberapa Besar Efek Keduanya untuk Kita?


Iklan dan budaya populer sangat erat kaitanya begitu juga pengaruhnya, kita bisa melihat jika budaya massa (populer) dilihat sebagai produk budaya yang relatif terstandarisasi, diseragamkan untuk dikonsumsi oleh banyak orang, maka ada sebuah mekanisme yang bekerja pada skala global dalam praktek standarisasi tersebut. Ada mekanisme yang mengatur budaya massa (populer) sehingga bisa diterima oleh sejumlah orang dalam jumlah yang sangat besar.


Di jaman sekarang ini, sebagai masyarakat informasi, orang tidak bisa mengabaikan pengaruh media massa pada dirinya. Apa yang orang lihat dan dengar akan diikuti oleh banyak orang. Masyarakat tidak bisa betul-betul bebas dari intervensi media massa dan budaya massa. Selama orang menonton TV, membaca koran, mendengarkan radio, lewat jalan raya, surfing di internet, selama itu pula orang akan selalu mengalami realitas yang langsung atau tidak langsung dibentuk oleh media massa.

Tidak banyak orang yang bisa selamat dari “serbuan” budaya massa tanpa “cedera” sedikit pun. Cocok dikatakan bahwa dunia, khususnya bangsa-bangsa di negara-negara berkembang bagaikan kumpulan bintang yang membentuk lubang hitam (black hole), seperti teori yang dipaparkan oleh Sthephen Hawking. Dengan gravitasi yang sangat kuat, lubang itu menyedot dan melumat apa saja yang mendekatinya. Budaya dan media massa telah membentuk sebuah lubang hitam kebudayaan yang menyerap siapapun ke dalamnya, tanpa pernah bisa keluar (Budiman, 2002:32). Sekarang tanpa sadar, kita sudah masuk ke dalam lubang hitam itu, dan menjadi bagian darinya selama-lamanya.
Baca Juga :

Budaya massa (populer) bukanlah sesuatu yang sendirinya ada, ia adalah sebuah realitas yang memiliki hubungan-hubungan sosial dengan pelbagai realitas lain dalam perkembangan sosial dan kebudayaan masyarakat modern. Seperti halnya makna kecantikan perempuan yang menjadi budaya massa, ada sesuatu yang mengatur agar makna itu diterima oleh banyak orang, ada yang mengatur bagaimana mekanismenya atau prosesnya, yaitu kapitalisme. Kapitalismelah yang bersembunyi di belakang hal ini. Kapitalisme lewat media massa telah menciptakan suatu “standar” kecantikan, dan dengan kekuatan modal (uang) dapat membuat hal ini tersebar ke banyak negara. Tujuannya adalah agar para pemilik modal dapat menciptakan kebutuhan terus- menerus, dan agar produk yang mereka ciptakan laku di pasaran, tidak hanya di satu negara atau daerah saja, jika memungkinkan di seluruh dunia. 

Iklan adalah agen propaganda gaya hidup dan kecantikan. Sebagai bagian dari gaya hidup, budaya populer memaktubkan kekuatan provokasi dan seduksinya pada media massa, terutama iklan sebagai representasi citraan. Karena itulah banyak disebut iklan adalah karya seni pada abad 20. Sebagai propaganda kecantikan, iklan di tengah masyarakat kontemporer hari ini sesungguhnya tidak lagi berurusan dengan hal-hal yang sifatnya komersial, melainkan lebih menekankan pada kekuatannya memproduksi dan mereproduksi citraan tentang sebuah realitas, yaitu citra tentang wanita “cantik”. 

Iklan kini tidak hanya menawarkan produknya, tetapi menawarkan sebuah kebudayaan, sebuah image. Misalnya iklan sabun pemutih dan shampoo akan membawakan sebuah image tentang rasa cantik yang terpancar dari kulit putih atau rasa percaya diri karena rambutnya lurus dan berkilau. Di tengah citraan itulah identitas dan imajinasi tentang kecantikan adalah berkulit putih dan berambut lurus. 

Coba perhatikan iklan-iklan yang ada di TV, internet, tabloid atau majalah Indonesia, lihat model-model iklan yang ada di sana. Semua model wanita yang dikatakan cantik memiliki karakteristik yang hampir sama, yaitu berkulit putih, bertubuh langsing, berwajah mulus, berambut hitam lurus, muda, fashionable, dan terlihat sehat dengan senyum di wajahnya. Jarang sekali ditampilkan wanita yang bertubuh gemuk, berkulit hitam, memiliki rambut keriting yang kusut dan tidak bercahaya, berketombe, dan berkulit kusam. Jika mereka menjadi model dalam iklan, biasanya mereka diposisikan sebagai orang yang mempunyai masalah dan ditawarkan solusi dengan menyarankan untuk menggunakan produk yang diiklankan.
Baca juga: 
3 Tahap Pembuatan Iklan Yang Kreatif! 
3 Aspek Dampak yang Harus di Peroleh Dengan Adanya Iklan!

Dalam My theory of how advertising work dikatakan bahwa iklan adalah refleksi budaya populer dan iklan juga membuat atau membentuk budaya populer. Orang banyak belajar dari iklan mengenai cara berpakaian, cara berbicara, gaya apa yang kini sedang tren, gaya hidup apa yang sekarang digemari, merek-merek baju atau sepatu apa yang dirasa “bonafide” dan bisa memberikan prestise pada orang. Perefleksian budaya populer terlihat jelas dalam pemilihan dan penggunaan perempuan sebagai model iklan. Pembentukan makna “cantik” semakin dikekalkan oleh iklan.

Iklan juga membentuk budaya populer, misalnya tahun 1960-an, penggunaan parfum sebagai budaya populer dimulai dari adanya iklan sabun di Amerika, industri parfum lalu mulai menjamur. Gaya hidup yang lain seperti merokok bisa dibentuk oleh iklan, sebab banyak iklan rokok yang menggambarkan seolah-olah orang (pria) yang merokok adalah jantan, gagah dan berani, sehingga semakin banyak pria, terutama anak muda, yang merokok akibat iklan yang mereka lihat. Anak-anak muda banyak mengikuti gaya anak muda di Amerika dan Eropa dan menggunakan produk-produk luar negeri seperti Nike, Adidas dan puluhan lainya. Iklan telah membuat image tentang produk-produk itu sesuai dengan jiwa anak muda. Seperti dikatakan oleh Giacciadi, iklan adalah acuan. 
Apa yang ditampilkan dalam iklan adalah model acuan. Model acuan dibangun berdasarkan sejumlah “idealisasi” dan proses melebih-lebihkan  Model acuan memberi inspirasi dan semangat kepada kita agar kita menirukan mereka, mengikuti apa yang dikatakan. Iklan berfungsi sebagai acauan yang lain, di mana masyarakat sebagai sasaran iklan belajar bertindak, berbicara, dan berpikir. Iklan dalam media massa telah membentuk suatu makna kecantikan. Semua yang kita tahu tentang distorsi citra tubuh, diet kronis, bulimia, anorexia, dan kebencian terhadap tubuh yang kegemukan, misalnya menunjuk pada adanya konsistensi di antara perempuan di semua kelas sosial, kelompok umur, orientasi seksual, dan kelompok ras serta etnik .

Source:
Dwi R. A. Ilmu Komunikasi, FISIP- UAJY  

0 Response to "Inilah Hubungan Iklan dan Budaya Populer, Seberapa Besar Efek Keduanya untuk Kita?"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel